Kamis, Juli 24, 2008

nation-state dalam konsturksi bingkai kyai

NATION-STATE DALAM KONSTRUKSI BINGKAI KYAI

resensi-santri.jpgPeresensi: **M. Nur Fa'id
Judul Buku: Nasionalisme Kiai; Konstruksi Nasionalisme Berbasis Agama
Penulis: KH Ali Maschan Moesa
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan I:
November, 2007
Tebal Buku: xxii + 358 Halaman

Siapa tak kenal dengan Ali Maschan Moesa, seorang Poltikus sekaligus sebagai figure seorang kyai, sosok ini dilahirkan di Tulungagung pada 1 januari 1956, pendidiakn dasar sampai dengan menegah keatas ia selesaikan didaerah tempat kelahirannya sendiri, kemudian ia melanjutkan pendidikan staratanya di fakultas Adab jurusan sastra jurusan Arab pada IAIN Sunan Ampel. Selanjutnya karena belum puas dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya kemudian melanjutkan pendidikan S2 di bidang ilmu Social di PPs Universitas Airlkangga (1988). Sehingga banyak kajiannya yang menyinggung mengenai social dan agama. Karena selain dalam pendidikan formal beliau juga mengenyam pendidikan non formal, beliau pernah nyantri dibeberapa pondok pesantren seperti: Ponpes Rubatus salafiyyah tulungagung, Ponpes Al-Ishah Bandar Kidul kediri, ponpes al-Hikmah purwosari Kediri, dan Ponpes Bahauddin ngelon sepanjang sidoarjo.

Pada jenjang pendidikan di perguruan tinggi beliau banyak aktif di beberapa organisasi baik organisasi kemahasiswaan seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), hal ini ia butuhkan dengan beberapa kali telah menduduki ketua di organ ini mulai dari pengurus rayon sampai yang terakhir adalah sebagai ketua umum koordinator cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) wilayah jawa timur (1984-1989. selain di organisasi kemahsiswaan ia juga aktif di organisasi keagamaan yang beberapa kali menduduki kepengurusan struktural didalamnya dalam posisi sebagai ketua wilayah NU jawa timur (1999-sampai sekarang).

Tidak lagi menjadi sebuah fenomena baru yang ada pada saat sekrang ini adanya perbedabatan mengenai agama dan negera. Dua hal ini adalah suatu entitas yang mana tidak bisa di pisahkan karena keduanya adalah satu aspek rangka dalam berkehidupan.

Banyak pihak menilai bahwa agama bertentangan dengan nasionalisme, dan bahkan ia sering dianggap sebagai faktor pengrusak keutuhan sebuah bangsa. Pendapat yang semacam ini tidak lain bukan bicara mengenai nasionalisme secara utuh, tetapi lebih karena adanya suatu kepentingan global, yang mana digunakan untuk melanggengkan hegemoni negara-negara kapitalis.

Untuk menipis kepentingan yang ada sekarang ini yang mana lebih memojokkan peran dan fungsi agama, maka kiranya kita perlu untuk bersama-sama bersatu melawan dan menghilangkan hal semacam itu. Umat islam adalah umat yang dianggap sebagai penentang nasionalisme, dan penghambat kerja negara dalam mewujudkan Nation-State.

Dalam buku ini Ali Maschan Moesa mencoba untuk membedah dan menipis hal yang itu yang pada dasarnya adalah untuk memojokkan fungsi dan peran agama. Dalam kajian ini Ali Maschan Moesa akan mengulas peran para pelaku utama agama yang dalam ini dipegang oleh yang namanya disebut sebagai kyai. Kyai dalam agama dan negara sangat penting perannya melihat bahwa kyai sebagai figur yang dipercayai dan dianut oleh umat. Dari peran yang penting inilah sebuah sosok kyai ini yang menjadi incaran orang yang menganggap agama sebagai penentang nasionalisme. Makanya seorang figur publik harus memiliki sebuah pendirian dan pegangan teguh untuk benar-benar mengajarkan ajaran islam.

Sebenarnya dalam kaitanya dengan Nation-State seorang figur kyai mempunyai peran sentral yang nantinya akan dianut oleh umat. Didalam buku ini ditawarkan bahwa ada tiga dasar bentuk mengenai tata aturan dalam kaitannya dengan nation-state. Hal yang pertama, adalah peran kyai secara sekulerlastik artinya di dalam ini antara negara dan agama mempunayi sebuah peran yang berbeda, antara pelaku agama dan negara harus berbeda orang. Sehingga mengakibatkan tidak adanya keseimbangan antara keduanya dan dua aspek permaslahan tidak akan bisa ketumu yaitu masalah kenegaraan dan masalah kebangsaan. Kedua, adalah bersifat politik tradisional, politik yang ini mengisyaratkan adanya percampuran antara keduanya,kelemahan dari politik ini adalah tidak bisa berkeseimbanganya kehidupan berbangsa yang ada dalam negara, politik ini bertujuan untuk mendirikan Dar-islam atau di sering disebut sebagai Pan-Islamisme, kenyataan yang ada bahwa sebuah landasan untuk mendirikan yang namanaya Dar-Islam tidak ada, malah yang ada adalah mengenai kebangsaan dan negara yang tidak berlandaskan agama, dan agama bukan menganjurkan negara agama, hal ini bisa diketahui pada Piagam Madinah yang memberikan suatu gambaran dan contoh dalam mendirikan negera secara kebangsaan bukan cara mendirikan Negara secara islam itu berdasarkan atas nilai kebangasaan bukan atas nilai keagamaan yang aturanya harus di buat untuk negara.

Ketiga, politik simbiotik (Moderat) dalam islam, politik semcam ini sebagai jalan tengah untuk memberikan sebuah gambaran tentang peran masing-masing institusi yaitu institusi agama dan institusi negara. Agama berperan untuk membentuk moral bangsa dan negara berperan utnuk memberikan perlindungan terhadap agama dan pelaku keagamaan dan sebagai pembantu untuk menyebarkan nilai-nuilai agama. Oleh sebab itu sebenarnya agama dan negara itu pisah, tetapi dikarenakan keduanya saling membutuhkan maka dari saling mmebutuhkan itulah keduanya tidak bisa dipisahkan.

Penulis mencoba membuat sebuah penelitian sebenarnya apa sih yang banyak dianut oleh para kyai kita dalam berpolitiknya, ternyata para kyai kita banyak mengikuti dan menganut sistem politik yang ketiga yaitu politik yang bersifat simbiotik. Karena kyai kita melihat bahwa kita hidup dalam negara yang plural dimana di samping kita terdiri dan berdiri agama dan kepercyaan yang berbeda dari kita. Sehingga atas dasar kerukunan dan atas nama kebangsaan inilah para kyai kita lebih suka mempergunakan acuan politik simbiotik itu.

Sejarah mencatat dalam penderian bangsa ini, peran yang dimainkan oleh para kyai dalam memperjuangkan dan mengawal kemerdekaan sangat pentng. Para publik figur ini memainkan dan menggunakan dua peran yaitu negara dan bangsa, Peran kyai terhadap konstruksi negara ini sudah tidak diragukan lagi dan hal itu memang sudah terbukti ketika dalam pembentukan dasar negara dan pengawalan setelah kemerdekaan. Dan yang kedua adalah peran kyai dalam konstruksi kebangsaan, pada dasarnya kebangsaan dalam hal ini adalah bagaimana menciptakan umat yang patuh pada nilai-nilai agama dan patuh juga terhadap nilai-nilai bangsa dalam hal ini adalah aturan kenegaraan. Tidak bisa di pungkiri bahwa sebuah nilai yang diajarkan pada agama adalah nilai-nilai yang bersifat pada tataran moral. Dan pada tataran moral inilah yang menumbuhkan rasa bagaimana harus bersikap dan bagaimana harus membawa bangsa ini kedepan yang lebih maju.

Melihat peran kyai dalam nation-state ini sangatlah vital dan penting perlu kiranya kita menyadari bahwa pluralitas yang ada pada bangsa ini tidak bisa di hindari dan tidak bisa di tentang dan hanya sebuah pengawalan yang harus kita di gunakan. Tetapi sayangnya para kyai kita tidak mau untuk melakukan pengawalan itu secara bersama-sama mereka lebih suka melakukan debat tentang halal-haram dan tidak suka bila berdebat untuk mencari soluis tntang problem kebangsaan. Dalam buku ini penulis memberikan sebuah gambaran mengenai peran para elit kayai kita dalam menentukan arah bangsa berjalan kedepan.

Tidak ada komentar:

Permainan